Sabtu, 17 Juli 2010

Salem

Kecamatan Salem terdapat sarana pendidikan dari tingkat SD hingga SLTA. Setiap desa sedikitnya memiliki sebuah SD Negeri. Salem juga terdapat sejumlah pondok pesantren seperti di Desa Tembongraja, Gunung Sugih dan Ganggawang, Indrajaya, dan Bentarsari. Pesantren ini umumnya memiliki hubungan dengan pesantren di Jawa Barat seperti Ciamis dan Tasikmalaya.


Semua penduduk Kecamatan Salem berbahasa dan berkebudayaan Sunda sejak berabad-abad yang lampau, sehingga mereka adalah penduduk asli di daerah ini. Pada masa lampau, daerah Salem termasuk dalam wilayah Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Pada abad ke-19 ditemukan naskah lontar tua di situs Gunung Sagara yang menggunakan Bahasa Sunda kuna[rujukan?]. Naskah ini dibawa bupati Brebes RAA. Tjandranegara dan diserahkan ke KF. Holle untuk kemudian disimpan di Batavia. Paling tidak ada dua naskah Sunda yang terkenal, yaitu Sewaka Darma dari Kabuyutan Ciburuy, Garut dan Carita Ratu Pakuan, yang menyebutkan sendiri bahwa (isi) naskahnya berasal dari (dan hasil bertapa dari) Gunung Kumbang (1218). Gunung Kumbang masa lampau mungkin adalah sebuah tempat lemah dewasasana, kabuyutan, dan tempat bagi para intelektual masa kerajaan Sunda. Mungkin di sini termasuk pula Gunung Sagara, di mana Gunung Sagara terletak di lereng selatan Gunung Kumbang tersebut.

Mengingat letaknya yang cukup jauh dari puseur dayeuh Jawa Barat, maka perkembangan masyarakatnya mulai sedikit mengenal perbedaan dengan daerah asal mereka. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal adat budaya, kehalusan bahasa, bentuk-bentuk kesenian, dan juga dalam tatacara beragama. Tata cara beragama penduduk Salem pada kelihatannya lebih cenderung pemeluk Hindu dengan campuran-campuran adat setempat yang kental. Pada zaman Hindia Belanda, penduduk Salem masih ada yang melestarikan atau melaksanakan praktek perkawinan model Animisme. Misalnya, jika penduduk bermaksud hendak melaksanakan pernikahan, maka mereka akan mendaki dahulu ke lereng gunung sagara. Jika ( di lereng gunung Sagara ) terlihat ada burung yang melakukan perkawinan, artinya kedua mempelai tersebut direstui oleh penghuni gunung sagara.

Wilayah Salem adalah sebuah kecamatan terpencil, tetapi sempat juga ditetapkan menjadi sebuah kawedananpada masa Belanda. Penetapan ini diperkirakan disebabkan strategisnya daerah Salem. Pada era awal perang kemerdekaan, Salem juga menjadi pusat pertahanan atau tempat mengungsi Bupati Brebes pro Republik. Waktu itu bupati kembar, yang pro Belanda atau disebut juga bupati Recomba, berkantor di Brebes (Gandasuli), sementara bupari RI berkantor di Bentar Sari, Salem.

Mengingat daerahnya yang strategis tersebut, setelah Perang kemerdekaan usai daerah ini juga pernah menjadi daerah basis pemberontak DI/TII pimpinan Amir Fatah. Dan ditahun 1960-an, didaerah ini juga muncul gerakan-gerakan yang berafiliasi dengan pemberontakan G.30.S/PKI di Jakarta. Hal itu konon erat kaitannya dengan keberadaan pasukan TNI yang pernah bertugas di daerah Salem. Bagi masyarakat setempat tidak bisa dilupakan, ketika ada pasukan penumpas DI/TII ( konon dari div 449 ) Kejadian terakhir inilah yang menarik. Salem adalah daerah basis pesantren tradisional, tetapi kenapa banyak ditemukan anasir-anasir yang bertentangan dengan semangat pesantren.

Sumber-sumber

-www.wikipedia.org wikipedia indonesia

-www.urangsunda.or.id, dalam :

http://www.freewebs.com/bentarsari/sejarah.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar